Jumat, 28 Oktober 2011

Surat Untuk Kamu Perempuanku

Surat ini ku tulis di bawah temaram lampu kamarku yang hanya 5 watt, sehingga cahaya keemasannya mirip dengan guratan senja yang mulai ditinggalkan sang surya, redup sinarnya tidak cukup untuk menerangi ranjangku tempat dimana saat ini aku menulis surat ini untuk mu dan sambil memikirkan sedang apa dirimu disana?

Jam di dinding kamarku menunjukkan waktu pukul 23.15. WIB. Wahai perempuanku sedang apakah dirimu? Sedang bergadangkah dirimu sama seperti diriku yang sedang dimabuk oleh cintamu? Atau sedang minum kopi kah dirimu, sambil menikmati channel TV yang menyiarkan sinetron kesukaan mu? Atau mungkin engkau telah terkapar di atas ranjang empuk di kamarmu sambil menikmati dinginnya hembusan angin yang bertiup malam ini dan mengantarmu menuju alam bawah sadarmu yang begitu indah, dan tiada seorangpun yang bisa mengekangmu seperti cerita yang selalu kau dongengkan untukku sesaat setelah kau terbangun dari mimpimu.
Perempuanku, hari ini teramat banyak peistiwa yang terjadi, tapi entah mengapa aku selalu teringat akan wajahmu, senyum lembut yang menghias bibirmu, yang nyaris tak pernah ku temui pada wanita lainnya. Hari ini sebelum aku berangkat pulang menuju kota kelahiranku, aku melihat banyak sekali orang lalu-lalang, kendaraan berseliweran di jalan, tapi entah mengapa tak kutemui engkau disana, ku tunggu engkau perempuanku, satu, dua, bahkan hingga enam jam aku menunggumu namun sosokmu tak kunjung muncul d sela-sela kerumunan manusia yang entah sibuk apa, dan lalu-lalang entah mau kemana? Apakah sebegitu sibuknya mereka, sebegitu penting pulakah kepentingan mereka? Apakah kepentingan mereka terlampau penting dari kepentinganku sendiri? Ah, perempuanku mungkin saja kepentingan mereka sangat mendesak dan terlampau sulit untuk ku mengerti, namun apakah aku salah jika menganggap menantimu adalah kepentingan terbesar di dunia ini?
Aku boleh saja berharap, toh harapanku tak akan merugikan kepentingan mereka sebagai manusia. Tapi perempuanku, timbul pertanyaanku untukmu, jika mereka menganggap kita semua sebagai manusia-manusia kerdil yang tidak beradab, mau dibilang apa mereka itu semua, manusia yang tega membunuh bahkan memakan sesama, apakah manusia memang serigala bagi sesamanya sama seperti apa yang dikatakan Hobbes? mereka semua tega menipu dan memperkosa sesama, tega menghujat dan menghasut sesama, setan saja kelakuannya tidak lebih parah dari mereka yang mengaku sebagai manusia-manusia sempurna. Perempuanku, coba saja kau bayangkan mana ada setan yang membunuh, menipu, memperkosa, menghujat dan menghasut sesamanya? lalu jika kelakuan mereka sudah lebih bejat dari kelakuan setan, setan mau kerja apa dong? ataukah para setan harus alih profesi lain? jawablah perempuanku. 

Jika ditanya mengapa mereka berbuat demikian, selalu saja jawabannya karena bisikan setan, toh setan hanya berbisik kan perempuanku, yang melakukan itu semua tetap saja mereka, kalau saja mereka tidak mendengarkan bisikan setan tentu setanpun takkan mampu melakukan itu semua. Ah perempuanku, terlalu banyak hal untuk diceritakan padamu hanya lewat sepenggal surat ini, mungkin dilain waktu aku akan kembali menyapamu lewat surat-suratku yang lainnya, kantuk kini telah menyerangku yang memaksaku untuk segera memejamkan mata ini.
Perempuanku, ku tunggu kau esok pagi di pendopo hati ini, mari kita berbagi cerita cinta yang mungkin orang lain tak mau mendengarnya.Perempuanku, aku sayang kamu.

Bandung, 15 September 2011.

11.23 Waktu Jam dindingku

Sadek Sadikin

0 komentar:

Posting Komentar

handapeunpost